Senin, 18 Oktober 2010

Marsinah 17th Sudah


SELAMAT pagi Marsinah. Hari ini lipatan kalender menunjukkan 9 Mei 2010. Berarti sudah 17 tahun kematianmu. Kematian yang meninggalkan tanda tanya di belantara hukum negeri ini. Kematian yang mengiris luka di wajah perburuhan. Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Hingga saat ini, tabir kematianmu tak pernah tersingkap. Semuanya gelap.

Mayat Marsinah ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk, pada 9 Mei 1993. Ia ditemukan tergeletak dalam posisi melintang. Sekujur tubuh Marsinah berhias luka bekas pukulan benda keras. Kedua pergelangannya lecet-lecet, tulang panggulnya hancur , dan di sela-sela pahanya ada bercak-bercak darah. Pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas, mengenaskan. Sebuah kematian yang tragis.

Kematian yang cukup tragis anak pasangan Mastin dan Sumini ini bukan tanpa sebab. Semuanya berawal pada pertengahan April 1993. Saat itu terbit Surat Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat tersebut memuat himbauan kepada para pengusaha agar menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok.

Para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya) Sidoarjo—pabrik tempat kerja Marsinah—resah. Selanjutnya pengurus SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur. Hasilnya, mereka sepakat menggalang kekuatan untuk menuntut kenaikan upah.

Pada 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para Kepala Bagian. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untukmencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang hendak mogok.

Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Marsinah, gadis desa asal Nganjuk tidak tinggal diam. Dengan tangan terkepal ia berada di barisan depan. Marsinah sadar, ketidak adilan harus dilawan. Namun ironis, keberaninya itulah yang justru mengirimnya ke liang lahat. Tepat 5 Mei 1993 Marsinah menghilang, tidak ada yang tahu kemana perginya buruh pabrik arloji itu. Baru empat hari kemudian Marsinah ditemukan di hutan Desa Jegong Kecamatan Wilangan, Nganjuk dalam keadaan tidak bernyawa.

Selamat Pagi Marsinah. Aku hanya ingin mengabarkan kepadamu. Tepat 1 Mei kemarin perjuanganmu masih diteruskan oleh kaum buruh di seluruh negeri ini. Mereka turun ke jalan untuk memperjuangkan haknya. Jalanan berwarna merah. Se-merah tetes darahmu 17 tahun lalu. Mereka serempak meneriakkan ‘tolak sistem kontrak’.

Nasib mereka masih juga sama masih dengan zamanmu. Yakni, nasib yang hanya dijadikan sekrup kaum kapitalis. Tentang pesangon, tentang upah layak, tentang PHK sepihak, dan hak normatif lain yang selalu terampas. Ya, sebuah ritual penghisapan manusia atas manusia. Ironis memang, ibarat kaset yang diputar ulang, lagu lama itu selalu terdengar setiap tahun.

Kamu tidak percaya? Begini hitungan riilnya, mengacu data yang pernah dipublikasikan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), dalam rentang 10 tahun terakhir, yakni 1999 hingga 2009 rata-rata rasio IHK (Indeks Harga Konsumen) terhadap IUR (Indeks Upah Riil) hanya sebesar 49%. Artinya, dalam rentang itu peningkatan upah yang berlaku hanya mampu untuk mengkompensasi 49% perkembangan harga barang dan jasa. Dengan kata lain, upah buruh hanya mampu untuk memenuhi 49% kebutuhan riil buruh. Lantas sisanya? Entahlah.

Satu lagi Marsinah, memburuknya nasib buruh zaman ini juga disebabkan oleh maraknya sistem kerja kontrak atau yang biasa disebut outsourcing. ‘ Mahluk’ itulah yang kemarin ramai-ramai diteriakkan oleh kaummu. Maklum saja, outsourcing hadir sebagai sistem hubungan kerja yang memberikan kemudahan melakukan perekrutan dan pemecatan. Dengan sistem itu pula buruh tidak dimanusiakan. Karena sistem kontrak lebih tepat untuk barang dagangan.

Selamat Pagi Marsinah. Meski kematianmu 17 tahun sudah, namun nasibmu, nasib kaummu, bahkan nasib negerimu tak kunjung berubah. [yusuf]

Jombang, 9 Mei 2010

Tidak ada komentar: