Sabtu, 29 Desember 2007

Potret Buram Pelaksanaan HAM di Jombang


 
Buruh Digebuk, Kaki Lima Digusur


Putaran kalender menunjukkan tanggal 10 Desember. Tanggal dimana akan di peringati hari HAM (Hak Asasi Manusia) se-dunia. Namun sangat ironis dengan apa yang terjadi di Kabupaten Jombang. Ketika kampaye tentang HAM terus di kumandangkan, justru di Kabupaten ini pelanggaran HAM terus dilakukan. Terutama sejak beberapa tahun terakhir ini. Bagaimana potret buram HAM di Kabupaten Jombang? Berikut laporannya.

Masih segar dalam ingatan kita. Hanya karena memperebutkan Adipura, puluhan PKL (Pedagang Kaki Lima) yang biasa mangkal di depan Undar ditertibkan oleh Pemkab Jombang. Praktis, kucing-kucingan antara PKL dengan Satpol PP menjadi pemandangan sehari-hari. Apabila datang petugas yang berseragam hijau tua, PKL yang jumlahnya puluhan orang itu dengan segera membereskan barang dagangannya, lari dan sembunyi.
Begitu sebaliknya, jika para petugas itu pergi, tanpa dikomando mereka kembali menggelar dagangan. Sebab, jika hal itu tidak dilakukan, maka barang dagangannya akan berpindah tempat ke kantor satpol PP sebagai barang sitaan. Akibatnya dapat ditebak, dapur rumah tidak akan ngebul sebab nafkah hasil jualan sirna.
Belum lagi kebutuhan anak-anak mereka untuk sekolah. “Inilah wujud pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh pemkab Jombang. Naifnya lagi, hal itu rutin dilakukan setiap tahun. Yang pasti, demi Adipura pemerintah tega menindas kaki lima,” ungkap Supardi, koordinator FKPKLJ (Forum Komunikasi Pedagang Kaki Lima Jombang).
Bahkan tidak jarang, menurut Supardi, jika sudah mendekati penilaian Adipura, para PKL yang tertangkap dalam operasi penertiban juga mendapatkan tidak kekerasan dari petugas. Gejala-gejala seperti itu kembali dirasakan oleh puluhan PKL akhir-akhir ini. “Sekali lagi, ini adalah tinta merah terkait pelaksanaan HAM di Jombang,” tutur pria yang kesehariannya berjulan kopi dikawasan simpang tiga ini.
Selain itu, potret buram HAM di Jombang juga mewarnai sektor perburuhan. Sedikitnya, ada dua kasus perburuhan yang hingga saat ini tidak karuan juntrungnya. Dari kasus itu, ratusan orang kehilangan pekerjaan. Secara otomatis, ratusan orang tersebut juga telah kehilangan hak ekonominya. Karena perusahaan telah melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak.
Yang pertama, kondisi itu dialami oleh sedikitnya 200 orang buruh PT. MMTI (Mentari Messen Toys Indonesia). Bahkan, sejak masalah itu muncul (2005, Red) hingga saat ini nasib ke 200 orang tersebut masih terkatung-katung. “Tuntutan pesangon yang kami ajukan tidak dipenuhi. Dan yang terakhir kita masih menunggu keputusan atas PK (Peninjauan Kembali) yang kita layangkan ke MA (Mahkamah Agung),” ujar Bambang, Eks buruh perusahaan yang memproduksi mainan anak tersebut.
Belum usai permasalahan yang melilit buruh PT. MMTI, kasus perburuhan lainnya kembali mencuat. Kali ini di alami oleh buruh PT. MJP (Mega Jaya Plastik) yang beralamat di Kecamatan Diwek.
Perselisihan buruh dan pengusaha yang ada di PT. MJP berawal karena ketidakpuasan atas manajemen pabrik yang ‘memberhentikan’ sekitar 110 buruh secara sepihak. Bahkan, dalam rentang tiga bulan pertama, gaji buruh selama itu tidak kunjung dikucurkan oleh pihak perusahaan.
Akibatnya, ratusan orang buruh kelabakan karena kehilangan mata pencaharian. Naifnya lagi, kemarin, para buruh tersebut mendapatkan kekerasan dari aparat kepolisian pada saat berunjuk rasa menuntut hak. “Kita digebuk dan dipukul oleh aparat. Ini jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,” tegas Eko Hernowo, koordinator buruh. *