Minggu, 24 Oktober 2010

Gerwani, Artis Seksi, Dan Cleopatra



SOELAMI, Soejinah, dan Lestari adalah deretan nama perempuan yang berpikiran progresif. Mereka menjadi tahanan politik orde baru karena aktif dalam Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), organisasi perempuan yang berafiliasi dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Puluhan tahun mereka tidak punya hak politik. Hak mereka diperkosa oleh penguasa. Bahkan oleh orde baru mereka digambarkan sebagai sosok yang mengerikan.

Julia Perez, Maria Eva, dan Ayu Azhari adalah deretan nama perempuan yang bertubuh seksi. Mereka tidak terlibat dalam gerakan perempuan semacam Gerwani. Hanya karena dianggap gemar mempertontonkan lekuk tubuh seksi, mereka juga terancam ditelanjangi hak politiknya.

Beginilah kalau hidup di negeri tanpa mata angin. Para pemimpinnya kerap saling tabrak karena tak tahu arah. Mereka menentukan arah sesuai dengan kehendak perutnya. Hari ini selatan dikatakan utara, besuknya utara dikatan selatan. Kemarin barat dibilang timur, lusanya timur menjadi barat. Ya, negeri orang-orang bingung.

Sudah tanpa mata angin, negeri ini juga tanpa cahaya. Semuanya gelap. Karena itu, hati-hati jika hidup dinegeri tanpa mata angin. Hak politik bisa hilang sewaktu-waktu. Jika dulu hak politik itu hilang karena seseorang dianggap cacat ideologi. Kali ini lebih gila lagi. Seorang yang dianggap cacat moral bisa dicabut hak politiknya. Benar-benar absurd.

Tentu saja, fenomena itu merupakan sesuatu yang berlebihan. Padahal hak politik merupakan hak yang melekat pada diri manusia semenjak menghirup udara di muka bumi. Setiap orang mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Tidak boleh ada pengingkaran. Semuanya sama.

Sejenak kita melayang ke Mesir untuk melihat kisah Cleopatra. Selain sosok yang cerdas, ratu berparas cantik dari Mesir ini juga menggunakan senjata ‘kewanitaan’ untuk mempertahankan tahta dan pengaruhnya. Ia merupakan ratu cantik mempesona yang bisa mempengaruhi tokoh besar Romawi seperti Julius Caesar dan Mark Anthony.


Awal mula menduduki tahta kerajaan Mesir, Cleopatra berusia 18 tahun. Ia digambarkan sebagai gadis belia yang sangat menggairahkan. Tinggi semampai dengan lekuk tubuh menawan, buah dada yang ranum menggoda, kaki jenjang, pinggul padat berisi, wajah bulat telur, rambut hitam mengkilat, dan kulit halus putih berkilau.


Wajahnya memancarkan gairah dan vitalitas, dengan alis sedikit tebal, mata hitam bersinar, bibir seksi dengan sedikit lekukan menawan di bawah hidung, tampak selalu tersenyum, namun menyimpan misteri ‘liar’ menggoda.


Kecantikan wajah dan tubuh ratu yang punya nama lengkap Cleopatra Selene Philopator ini setidaknya sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan dan politik yang dilakukannya. Dengan semua ‘senjata kewanitaan’ itu ia berhasil mempertahankan tahta dan kejayaan Mesir dari tekanan imperium besar seperti Romawi. Walau akhirnya Mesir runtuh juga di akhir hayatnya. Cleopatra meninggal di usia 39 tahun pada 30 SM (Sebelum Masehi).

Pun demikian, dalam urusan politik pemerintahan, ia dikenal sebagai wanita yang keras, tegas, dan ambisius. Karisma yang terpancar dari dalam dirinya membuat ia mampu memerintah Mesir selama dua puluh tahun lebih dengan berbagai perkembangan yang mengagumkan. Sebagai wanita yang memegang tampuk kekuasaan dan ibu tiga orang anak, Cleopatra menjalani hidup dengan penuh ketegaran.

Bayangkan, seorang perempuan sendirian memerintah sebuah kawasan besar yang cukup lama menjadi ancaman bagi Romawi. Disamping urusan negara, ia tidak meninggalkan tiga bayinya. Setiap hari ia sibuk bekerja. Mulai dengan sidang kabinet terbatas, bertemu para penasihat, memberi persetujuan atas proyek pembangunan saluran air, atau memeriksa pemasukan pajak negara. Belum lagi menemui tamu-tamu dan para duta besar yang datang.


Lantas apa hubungannya dengan Gerwani dan artis seksi? Nah, bisa jadi sosok Gerwani dan artis seksi itu jika dipadukan akan melahirkan semangat Cleopatra. Ini merupakan kaca benggala bagi para artis yang akhir-akhir ini banyak bermimpi menjadi bupati. Artinya, untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya bermodal lekuk tubuh yang aduhai. Namun yang tidak kalah penting adalah pola pikir progresif.

Disamping keberanian dalam membebaskan negeri dari ancaman utang serta korupsi. Juga keseriusan dalam membangun perekonomian rakyat. Popularitas yang hanya didukung lewat manipulasi fisik adalah sesuatu yang semu. Sekali lagi, kisah Cleopatra bisa menjadi cerminan bahwa seorang wanita juga mampu membangun peradaban.


Ironisnya, negara merespon fenomena munculnya artis tersebut dengan latah. Dengan reaksioner Menteri Dalam Negeri akan mengeluarkan aturan tambahan yang intinya calon kepala daerah itu harus punya pengalaman organisasi dan tidak cacat moral. Cacat moral yang dimaksud Pak Menteri salah satunya adalah orang tersebut tidak pernah berbuat mesum dan zina. Padahal siapa yang bisa mengukur moral? Tidak jelas ukurannya.

Masih ingat Pemilu Kada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) di Kabupaten Pekalongan 2006 lalu? Menjelang pemilihan, foto bugil pasangan calon bupati beredar luas. Masyarakat langsung gempar. Banyak yang memprediksi calon yang foto mesumnya beredar itu akan terjungkal dalam pemilihan. Namun diluar dugaan, justru calon tersebut sanggup memenangkan pertarungan.

Tulisan ini bukan bermaksud membela para artis seksi. Namun lebih pada pembelaan wilayah hak asasi. Sudah seharusnya setiap aturan yang disusun dalam Pemilu kada tidak bertabrakan dengan hak politik warganya. Agar tidak terjadi kemunduran proses demokrasi.

Dari pada masuk ke wilayah yang tidak jelas, lebih baik pemerintah melakukan kerja riil. Yakni memberikan pendidikan politik kepada rakyat. Semisal, memberikan pemahaman bahwasannya memilih pemimpin itu bukan hanya berdasarkan popularitas. Namun ada hal yang lebih penting lagi, yakni melihat program yang diusung si calon tersebut. Bukan lantas membabi buta dengan mencabut hak politik warganya. [yusuf wibisono]

• Tulisan ini dimuat di rubrik sorotan www.beritajatim.com, 19 April 2010

Tidak ada komentar: