Minggu, 04 September 2011

Fatimah dan Mukjizat Air Kelapa


FATIMAH adalah seorang petani tulen. Dalam hidupnya ia tak pernah membayangkan bisa naik pesawat terbang. Fatimah takjub, karena dari atas pesawat bisa melihat awan yang bergumpal mirip hamparan kapas.

Putih, halus, dan bersih. Dia juga bisa melihat perumahan warga yang bentuknya mirip kertas berserakan. Atau tiba-tiba ia hanya melihat pemandangan putih, luas, tanpa batas.

Namun dibalik rasa takjub itu terselip juga kegundahan. Berada di awang-awang ditambah dengan dinginnya AC yang menusuk tulang tak ubahnya sebuah siksaan. Jika tiba-tiba pesawat terbang rendah, perut Fatimah seperti diaduk-aduk. Begitu juga ketika pesawat terbang melaju menembus awan. Wanita berusia sekitar 35 tahun ini berkali-kali harus memejamkan mata. "Rasanya ingin muntah saja," katanya mengeluh.

Nah, begitu turun di bandara Sepinggan Balikpapan, hati Fatimah girang bukan kepalang. Senyum terpulas di bibirnya. Ya, ibu satu anak ini terbebas dari 'siksaan' selama dua jam di atas burung besi. Meski demikian, ia tak bisa menyembunyikan wajahnya yang pucat pasi. Apalagi, naik pesawat terbang adalah pengalaman pertama bagi petani tulen asal Desa Jatimlerek Kecamatan Plandaan, Jombang ini.

Fatimah merupakan salah satu anggota rombongan KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Kabupaten Jombang yang menghadiri Penas (Pekan Nasional) ke-13 di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimatan Timur (Kaltim) yang dihelat mulai 18 - 23 Juni 2011 lalu.

Mulai berangkat, ibu satu anak ini tersenyum gembira. Pasalnya, dalam momen tersebut dirinya bisa bertukar pikiran dengan petani se-Indonesia. Ia juga bisa bertatap muka dengan para menteri bahkan juga presiden beserta wakilnya secara langsung.

Namun angan-angan ketua kelompok tani perempuan Desa Jatimlerek ini membeku oleh dinginnya hawa AC (Air Conditioner) di pesawat terbang.Memang, kebanyakan orang lebih betah dengan dinginnya AC dari pada panasnya sinar matahari. Akan tetapi, bagi Fatimah yang seorang petani tulen, lebih berani menantang sengatan matahari dari pada belaian AC.

Sore mulai menjelang ketika mobil dari Balikpapan yang ditumpangi Fatimah bersama rombongan menembus gerbang kota Tenggarong. Sebuah kota kecil namun bangunannya mentereng. Di kota itulah pemerintahan Kabupaten Kukar dikendalikan. Ada kantor bupati, kantor DPRD, dan kantor pemerintah lainnya. Sungai Mahakam membelah kota yang notebene bekas pusat kerajaan Kutai tersebut.

Singkat cerita akhirnya rombongan menemukan pemondokan yang disediakan oleh panitia, tepatnya di Kecamatan Rempanga. Di tempat itulah Fatimah bersama rombongan menginap selama beberapa hari. Pemondokan tersebut merupakan rumah tinggal warga setempat. Rumah itu terbuat dari kayu ulin. Ditata sedemikian rapi oleh empunya.

Keluar dari mobil, wajah Fatimah masih pucat, rambutnya acak-acakan. Bukan hanya itu, ibu satu anak ini juga mengalami muntah-muntah hebat. "Di pesawat dan di mobil terkena AC terus, saya tidak kuat. Kepala saya pusing, perut mual-mual," ujar Fatimah lirih.

Pun demikian, warga Jatimlerek ini tak ingin menyusahkan rombongan. Ia bersikeras bahwa masih kuat mengikuti kegiatan. Hal itu dibuktikannya dengan tetap mengikuti agenda kegiatan keesokan harinya di Stadion Aji Imbut, Tenggarong. Puluhan ribu manusia menyemut di stadion yang pernah dijadikan ajang PON (Pekan Olahraga Nasional) itu.

Ada pameran pertanian dan peternakan, ada dialog interaktif petani, ada pula seminar dengan pembicara seorang menteri. Nah, ditengah-tengah acara Fatimah tak kuat. Tubuhnya yang tidak fit semakin 'terjepit'. Selanjutnya, ia minta diantar menuju pemondokan tempat menginap yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari lokasi acara. Dia ingin istirahat memulihkan stamina.

Acara usai. Peserta kembali ke tempat menginap masing-masing. Fatimah yang pulang lebih awal masih terkulai. Sudah begitu, ia terus muntah tak berkesudahan. Karena takut terjadi sesuatu, ibu satu anak ini akhirnya dilarikan ke RSUD Parikesit Tenggarong. Seorang dokter langsung menanganinya. Tekanan darah dan detak jantungnya diperiksa. Semuanya normal, tidak ada yang keganjilan.

Dokter berencana memasang selang infus di tubuh Fatimah. Hanya saja, petani ini hanya menggelengkan kepala. Begitu juga ketika dokter hendak memberikan obat lewat jarum suntik. "Maaf dari kecil saya tidak pernah suntik," katanya menolak keinginan dokter.

Sebelum meninggalkan halaman rumah sakit, Fatimah mendapatkan segepok obat. Dia berharap aneka macam obat itu bisa mengusir penyakitnya. Akan tetapi, kondisi Fatimah tak banyak berubah. Nah, dalam kondisi darurat itulah ketua kelompok tani perempuan ini ingat mukjizat air kelapa. Air yang selalu ia minum jika tubuhnya ngedrop.

Seteguk demi seteguk air dari kelapa hijau itu mengalir di tenggorokannya. Dan beberapa jam kemudian senyum Fatimah mulai mengembang. Tubuhnya yang sebelumnya lunglai, perlahan-lahan seperti menemukan kekuatan baru. "Dari dulu kalau tubuh saya sakit, ya hanya minum air kelapa muda. Alhamdulillah rasa mual sudah hilang," katanya bangga.[]

Kukar Kaltim, Juni 2011

Tidak ada komentar: