Senin, 08 Maret 2010

Rumah di Ujung Gang Itu


Rumah mentereng di ujung gang itu masih tegak berdiri. Halamannya tidak begitu luas, tapi masih cukup untuk menampung puluhan bunga dalam pot. Semuanya berubah.

Mataku terus mengamati rumah itu. Memang banyak yang berubah dibanding sembilan tahun lalu. Dulu,meski bangunanya sederhana, tapi rumah itu kaya makna. Saban hari, nafas perjuangan selalu mendesah dari rumah yang tak pernah ada kuncinya itu.

Perlahan daun pintu rumah ujung gang itu berderit. Tak berselang lama, pemilik rumah itu keluar. Mataku melirik ke arah ruang tamu. Sekali lagi, semuanya berubah.

Masih jelas dalam ingatanku. Dahulu, dalam rumah itu ada gambar bintang merah. Ada juga gambar tokoh fenomenal Tan Malaka dengan ukuran besar. Tidak ketinggalan, sebuah lukisan Che Guevara yang sedang menimati rokok cerutu. Lukisan berlatar hitam putih itu pemberian dari seorang kawan. Selebihnya, aku tidak ingat lagi apa aksesoris yang menempel di ruang tamu. Ah, itu dulu.

Di bawahnya, sebuah karpet merah yang lusuh karena bercampur debu selalu menghampar. Diatas karpet itulah, jika siang hari kami berdiskusi dan jika malam hari kami dibuai mimpi.

Oh ya, ada satu lagi benda berharga dirumah itu. Sebuah celengan berbentuk kubus. Dulu kawan-kawan menyebut celengan terbuat dari kayu itu sebagai penyimpan dana revolusi. Walaupun akhirnya celengan itu dibongkar sebelum penuh isinya.

Pintu rumah mentereng itu kembali berderit. Seseorang masuk dan menguncinya. Anganku buyar lamunanku ambyar. Sejenak kemudian aku sadari bahwa semuanya telah berubah. Tidak ada lagi bintang merah di rumah itu. Mungkin bintang itu sudah berpindah dan melekat dihati mantan penghuninya. Semoga...

Tidak ada komentar: